Sikap Adil Terhadap Lingkungan



Seekor tupai berlari memanjat pohon kelapa. Ia terlihat sangat lincah, bahkan saking lincahnya tak terbersit sedikitpun di kepalaku bahwa ia akan jatuh. Tapi bagaimana pun juga, pepatah bilang, sepandai-pandai tupai melompat pasti ia akan jatuh juga. Entah benar atau tidak. Aku sendiri merasa skeptis akan pepatah itu, sebab tak pernah ku lihat barang satu kalipun seekor tupai terpeleset dan jatuh.

Pepatah itu memang bukan ditujukan sebagai fakta yang benar ada –meskipun (mungkin) memang pernah ada. Pepatah itu merupakan metafora yang sarat makna agar kita (pendengar) dapat mengambil pelajaran darinya, bahwa sepandai apapun kita (manusia) pasti akan melakukan kesalahan. Oleh sebab itu, pelajaran yang dapat dipetik adalah kehati-hatian agar meminimalisir kesalahan yang akan terjadi.

Meskipun tergolong sama-sama binatang, manusia berbeda dari tupai, sebab manusia memiliki akal dan pikiran sementara tupai sekedar mengandalkan nalurinya. Manusia adalah makhluk yang dianugerahi limpahan karunia oleh Tuhan. Kitab suci agama al-Qur’an saja menyebutkan bahwa Allah Swt menundukkan semua yang ada di langit dan di bumi untuk manusia. Pernyataan ihwal penundukan alam oleh-Nya bagi manusia ini pun disebut dalam kitab suci agama-agama samawi lainnya.

Sayangnya, dalam perkembangannya manusia seringkali terlalu angkuh karena keberlimpahan anugerah tersebut. Manusia tak jarang merasa lebih spesial dibanding makhluk-makhluk lain, sehingga tak jarang bersikap sewenang-wenang terhadap makhluk lainnya. Ironisnya, manusia sama sekali tak memperhatikan kesinambungan ekosistem hidup yang saling kait-mengait dan saling membutuhkan satu sama lain.

Manusia dan Lingkungan


Salah satu buku berjudul The World Without Us, ‘berupaya’ mengkritisi sikap angkuh manusia. Buku itu mengajak pembaca untuk sekedar merenungkan sekali laki ragam luka yang telah kita, umat manusia, torehkan di bumi. Hutan tanpa ampun digunduli untuk kepentingan ekonomi, sehingga mengakibatkan binatang-binatang kehilangan habitatnya. Bahkan, harus diakui bahwa punahnya sebagian jenis makhluk diakibatkan oleh perilaku bejat manusia terhadap alam sekitarnya, termasuk juga terjadinya global warming atau pemanasan global.

White Lynn Jr., salah seorang pakar yang concern terhadap lingkungan mengkritisi bahwa rusaknya bumi adalah disebabkan oleh cara pandang teknologi modern (terhadap alam) yang disebabkan oleh cara pandang agama-agama Abrahamik (Tuhan menundukkan alam bagi manusia). Tidak sedikit yang mengkritik pandangan Lynn tersebut, pun sebaliknya ada juga yang pro terhadapnya.

Terlepas dari itu, tak perlu-lah kiranya membenturkan sains dan agama, sebab keduanya tak ada satu pun yang menginginkan kerusakan. Lebih-lebih agama, baik rumpun agama abrahamik ataupun agama lainnya, senantiasa memandang elok terhadap dunia. Tak ada satupun ajaran yang membenarkan eksploitasi hutan. Tak ada satupun ajaran agama yang membenarkan perilaku membuang sampah sembarangan. Ajaran agama justru melimpahkan tanggung jawab kepada manusia agar senantiasa berlaku adil dan menjaga kelestarian lingkungannya.