Posted by Metamorfosis on Sabtu, Mei 26, 2012 in hukum, hukum koruptor, ketegasan hukum, korupsi, koruptor, koruptor negara | No comments
Negara Republik Indonesia merupakan
negara yang memiliki anugrah yang sangat besar dari Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia
yang juga disebut dengan nama Nusantara memiliki sangat banyak kekayaan alam,
mulai dari tambang emas, minyak, batubara, dan lain sebagainya . Negara ini
juga memiliki tanah yang relatif subur sehingga ada juga yang menyebut tanah Indonesia
sebagai “tanah surga”. Selain itu, bumi nusantara ini juga memiliki kekayaan
budaya yang amat. Dari sabang sampai merauke di dalamnya terdapat
bermacam-macam suku dan budaya.
Akan tetapi, sungguh
sangat ironis ketika kita melihat kenyataan bahwa negara Indonesia saat ini
sedang berada dalam keterpurukan. Bangsa ini terlalu membangga-banggakan
terhadap kekayaan alam yang dimilikinya. Dengan enaknya pemerintah mengeruk
habis-habisan sumberdaya alam yang ada tanpa berfikir panjang ke belakang. Selain
tiu anugerah yang dilimpahkan oleh tuhan tersebut tidak digunakan secara
efisien untuk menuntaskan problem-problem yang ada di masyarakat. Akibatnya, angka
kemiskinan pun terus bertambah, pengangguran-pengangguran bertebaran di
mana-mana, anak-anak yang seharusnya bersekolah malah berkeliaran di jalanan
menjadi pengamen dan sebagainya.
Hal itu tentunya sudah
cukup membuat masyarakat merasa “sesak nafas” dan prihatin melihat kondisi yang
sedemikian ini. Namun, kekecewaan yang dirasakan masyarakat justru bertambah akibat
tingginya angka korupsi dari kalangan pejabat negara yang sekarang sedang marak-maraknya.
Mereka yang seharusnya menjalankan amanah yang diberikan oleh masyarakat malah
justru menjadi benalu bagi pemerintahan dan masyarakat pada umumnya.
Korupsi dalam bahasa latin
adalah corruptio yang memiliki makna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, dan menyogok. Menurut Transparency
International korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Banyak sekali dampak
negatif yang diakibatkan oleh korupsi indonesia khusunya. Di antaranya adalah
mempersulit terbentuknya tata pemerintahan yang baik (good governance).
Korupsi pada saat pemilihan umum serta pada badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan dalam pembentukan kebijaksanaan, korupsi pada
sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan korupsi pada pemerintahan
publik menghasilkan ketidak seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Selain itu, korupsi juga
menimbulkan distorsi (kekacauan) dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infra struktur serta menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran yang dikucurkan pemerintah.
Butuh Ketegasan Hukum
Berangkat dari realita
yang demikian, bangsa Indonesia tampaknya harus menrekonstruksi hukum yang
cenderung tidak tegas. Indonesia saat ini sangatlah butuh terhadap hukum yang
lebih tegas. Kurangnya ketegasan terhadap pelaku korupsi tentunya akan
membentuk tabiatnya untuk terus melakukan korupsi. Dengan adanya hukum yang
lebih tegas itu diharapkan mampu mengangkat moral bangsa dan masyarat
Indonesia.
Gus Dur, mantan presiden
Indonesia, dalam sebuah acara talk show di salah satu acara televisi
pernah berucap “Bangsa ini penakut karena tidak mau bertindak kepada yang
salah”. Terlepas dari konteks permasalahannya, ucapan Gus Dur tersebut rasanya
sangatlah tepat untuk dijadikan sebuah pegangan kedepan. Pada kenyataannya
hukum di Indoneisa itu boleh dikatakan “plin-plan”. Hukum yang seharusnya
memberikan suatu keadilan kini perlu untuk dipertanyakan. Sering sekali penulis
menjumpai, dalam acara televisi, koran, maupun realita yang terjadi di
masyarakat, seorang pencuri yang hanya mencuri Hp, motor, ataupun barang-barang
yang “agak” berharga lainnya hampir mati dipukuli warga. Namun, melihat tingkah
orang-orang yang “bertopeng pahlawan”, dengan seenaknya (tanpa merasa berdosa)
mengkorupsi uang negara yang seharusnya di gunakan untuk menyejahterakan rakyat.
Akibatnya, rakyat dan negara menanggung kerugian yang cukup banyak.
Cina merupakan negara yang
patut untuk bangsa Indonesia tiru dan dijadikan cerminan dalam mengambil sikap untuk
memberantas korupsi di Indonesia. Presiden Jiang Zemin melancarkan sebuah
perang melawan korupsi pada tahun 1995. Korupsi dinilai semakin mewabah dan
dinilai semakin merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. para pelaku korupsi di
Cina dikenakan hukuman mati. Pada Maret tahun 2000 misalnya, pejabat
senior pemerintahan dijatuhi hukuman mati karena alasan korupsi.
Pemerintah Indonesia tidak
boleh takut dengan kecaman-kecaman pelanggaran hak asai manusia ataupun
kecaman-kecaman yang mengatakan bahwa hukuman mati merupakan tindakan asusila.
Menghukum mati seorang koruptor rasanya bukanlah perbuatan dosa, karena ketika seorang koruptor
dibiarkan bebas berkeliaran mengkorupsi uang negara maka rakyatlah yang akan
sengsara. Koruptor akan merusak “sistem” dan perkembangan negara, sama halnya
dengan benalu yang merusak perkembangan
pohon. Namun, hal itu juga harus dibarengi dengan ketegasan presiden dalam
mengambil sikap.
0 komentar:
Posting Komentar